BANJIR BUKAN LAGI HAMBATAN
Kisah munculnya usulan
‘Pembangunan Jembatan Limpas’ di desa Tawui. Kecamatan Pinu Pahar dengan geografi
perbukitan dan sungai terdiri atas enam desa. Keunikan bagi kecamatan ini bahwa
garis perbatasan wilayah politis semua desa dibatasi oleh sungai dan anak
sungai. Bukan saja batas wilayah desa, wilayah dusun dan bahkan antar Rukun
Warga-pun demikian. Relasi sosial dan urusan pemerintahan secara kewilayahan atau
desa hampir terputus pada rentang musim penghujan saat muka air banjir naik dan
jika terpaksa dilakukanpun maka perlu ekstra waspada karena harus langgar
sungai berulang-ulang atau identik istilah langgar
kali berkali-kali.
Hal mana dialami warga dusun/RW Jangga Mangu kampung
Lairui dan Windi Jangga desa Tawui. Pada dua kampung ini terbagi atas empat RT, terdiri dari 103 KK dengan kisaran penduduk ± 335 orang. Kategori
penduduk dua kampung ini adalah termasuk
RTM dilihat dari data penerima Raskin desa Tawui. Dari jumlah penduduk
yang ada 20% diantaranya adalah anak usia sekolah. Penuturan warga bahwa segala
aktivitas yang berhubungan dengan tetangga dusun dan pusat desa (sebelah
sungai) baik sosial, pendidikan/sekolah dan urusan pemerintahan lainnya terputus
ketika musim penghujan. Untuk ke sekolah di pusat kota kecamatan di Tawui, anak-anak
SD dan SMP mengambil sikap berdiam diri di rumah dan harus absen mengikuti
proses belajar mengajar pada saat banjir demikian juga warga yang akan
berurusan di kantor desa atau urusan sosial lainnya di pusat kecamatan.